Liputan6.com, Jakarta – Seringkali kita mendengar larangan untuk makan di atas jam 8 malam dengan alasan tidak baik untuk kesehatan, karena makan larut malam sering dikaitkan dengan potensi kenaikan berat badan. Meskipun makan larut malam dapat memengaruhi pencernaan, para ahli menegaskan bahwa apa yang Anda makan lebih penting daripada kapan Anda makan.
Para ahli merekomendasikan untuk fokus pada asupan makanan yang seimbang, termasuk protein tanpa lemak, buah-buahan, sayuran, dan lemak sehat seperti kacang-kacangan, ketika Anda makan larut malam atau camilan. Ini membantu menjaga keseimbangan nutrisi dan menghindari konsumsi makanan yang tinggi lemak jenuh atau gula tambahan di malam hari.
Pandangan “tidak boleh makan setelah jam 8 malam” telah menjadi bagian dari budaya kebanyakan orang selama bertahun-tahun. Makan malam terlalu dekat dengan waktu tidur telah dikaitkan dengan berbagai masalah, seperti refluks asam lambung, gangguan pencernaan, dan fluktuasi gula darah, yang semuanya dapat mengganggu tidur yang berkualitas.
Namun, seberapa besar dampaknya jika kita makan setelah pukul 20.00 malam? Inilah yang dikatakan oleh para ahli diet dan ahli gastroenterologi tentang makan di malam hari, seperti dilansir dari Health, pada Selasa, 12 Maret 2024.
“Ketika seseorang mengonsumsi makanan pada malam hari, makanan tersebut cenderung seringnya terdiri dari makanan olahan yang tinggi karbohidrat dan lemak daripada makanan yang bergizi seimbang,” jelas seorang dokter yang memiliki sertifikasi dokter di bidang penyakit dalam, pengobatan obesitas, gastroenterologi, dan nutrisi, Janese S. Laster, MD, mengatakan kepada Health.
Ia menjelaskan bahwa waktu makan dapat memengaruhi pencernaan, penyerapan, dan metabolisme Anda-yang pada akhirnya berdampak pada berat badan.
Sebuah studi pada tahun 2022 mendukung hal ini. Para peneliti menemukan bahwa makan pada malam hari meningkatkan rasa lapar, mengurangi jumlah kalori yang mereka bakar, dan menyebabkan penumpukan lemak yang lebih besar.
Menurut Laster, efek ini mungkin berbeda-beda untuk setiap orang berdasarkan jenis makanan, genetika, tingkat stres, dan faktor lainnya.