Saturday, February 8, 2025
HomeprabowoOur Difficult Choices and Struggles

Our Difficult Choices and Struggles

Oleh: Prabowo Subianto, kutipan dari “Strategi Transformasi Nasional: Menuju Indonesia Emas 2045,” halaman 223-227, edisi softcover keempat.

Bagi saya, masuk ke dunia politik berarti mengorbankan energi, waktu, dan emosi. Namun, tanpa terlibat dalam politik, tidak ada cara bagi saya untuk meningkatkan kehidupan banyak orang.

Saya yakin bahwa perbaikan yang signifikan dalam kehidupan warga negara kita tidak dapat dicapai hanya dengan mengeluh dan mengkritik. Demikian pula, kita tidak akan bisa memajukan bangsa kita dengan hanya diam di pinggir lapangan atau dengan menghukum tanpa tindakan.

Beberapa dari Anda yang membaca buku ini mungkin sudah terlibat dalam politik, atau setidaknya memahami dan peduli tentang politik nasional kita. Beberapa mungkin belum. Bagi mereka yang belum terlibat, saya mengajak Anda untuk merenungkan hal berikut.

Ada saat dalam kehidupan ketika kita harus membuat pilihan sulit. Apakah kita berdiri untuk kebenaran, atau kita mengizinkan kebohongan?

Apakah kita dengan tegas membela integritas dan kemerdekaan negara kita serta nilai-nilai yang kita junjung? Atau, apakah kita tunduk pada godaan materi, menjual nilai-nilai, diri kita, identitas kita, dan martabat kita?

Pilihan seperti ini sangat sulit.

Pada tahun 1945, pemimpin kita dihadapkan pada dilema semacam itu: menyatakan kemerdekaan atau menunggu untuk diberikan oleh penjajah. Mereka yang mendorong untuk segera menyatakan kemerdekaan menghadapi segalanya, termasuk nyawa mereka.

Pada malam 10 November 1945, rakyat dan pemimpin Surabaya menghadapi keputusan sulit: menyerah kepada tuntutan Inggris dengan menyerahkan senjata mereka pada 9 November atau menghadapi serangan dari kekuatan global pada masa itu.

Bayangkan dampak pada kebanggaan nasional kita jika pemimpin dan warga Surabaya menyerah. Bagaimana jika Gubernur Suryo, Bung Tomo, dan semua pemimpin Jawa Timur dan Surabaya tunduk pada tuntutan asing? Di mana martabat kita berdiri hari ini?

Krisis besar bangsa kita pada tahun 1965 juga menimbulkan pilihan yang tegas: membela Pancasila atau tunduk pada ideologi asing bagi negara kita, komunisme?

Demikian pula, selama era Reformasi tahun 1998, banyak pemimpin kita dihadapkan pada pilihan sulit: membela sistem yang tidak demokratis atau dengan berani memperjuangkan reformasi dan demokrasi?

Selama 20 tahun perjalanan politik saya, saya terus menyampaikan pesan yang ada dalam buku ini. Sepanjang perjalanan, banyak lawan telah berusaha mencemarkan nama saya, menggambarkan saya sebagai orang yang haus akan kekuasaan dan cenderung kekerasan.

Namun, setelah puluhan tahun, saya telah membuktikan komitmen saya untuk perdamaian. Sebagai mantan prajurit yang telah menyaksikan perang dan korban jiwa, yang telah melihat rekan-rekan jatuh dan harus memberitahu keluarga mereka tentang kematian mereka, saya selalu memilih jalur perdamaian. Fitnah yang dilemparkan kepada saya sama sekali tidak beralasan. Saya dituduh ingin menutup semua gereja di Indonesia, padahal sebagian dari keluarga saya adalah Kristen. Di antara mereka yang dekat dengan saya – pengawal, ajudan, dan sekretaris saya – beberapa adalah Kristen.

Sebagai mantan prajurit TNI, saya bersumpah untuk membela semua warga Indonesia, tanpa memandang etnis, agama, atau ras. Saya telah mengorbankan nyawa, dan banyak bawahan saya dari berbagai latar belakang telah gugur di bawah komando saya.

Bagaimana mungkin saya mengkhianati sumpah saya dan melupakan pengorbanan bawahan saya?

Saya juga salah dianggap sebagai anti-Tionghoa, meskipun selalu membela semua kelompok minoritas. Fitnah semacam ini adalah sisi jelek dari politik. Saya selalu mendorong teman-teman dan pendukung saya untuk tetap sabar dan tenang. Jangan merespons kebencian dengan kebencian, kejahatan dengan kejahatan, fitnah dengan fitnah. Meskipun kita tetap sabar, kita juga harus siap – secara mental, fisik, dan spiritual. Bagi mereka yang membaca buku ini, saya meminta Anda untuk merenungkan dalam ketenangan malam mengenai pendapat, sikap, dan respons Anda.

Saya bertanya apakah kita akan bersama-sama mempertahankan kebenaran atau tunduk pada kebohongan, penipuan, ketidakadilan?

Dan dalam hari-hari mendatang, setelah refleksi Anda, saya mengundang Anda untuk melangkah menuju masa depan. Saya telah memilih untuk berjuang atas dasar konstitusi. Saya menolak untuk tunduk pada keadaan yang tidak adil dan tidak benar. Saya percaya bahwa apa yang sedang dialami Indonesia saat ini sangat dipengaruhi oleh campur tangan asing. Beberapa negara ingin melihat Indonesia lemah, hancur, dan miskin.

Saya memiliki bukti yang kuat tentang keterlibatan mereka. Namun, kita harus tetap tenang. Kita perlu bersabar dan percaya pada kekuatan kita sendiri.

Source link

ARTIKEL TERKAIT

paling populer