Saturday, September 21, 2024
HomeKesehatanBPJS Kesehatan Mengganti Kelas Perawatan dengan KRIS, Apa Kelebihan dan Kekurangannya?

BPJS Kesehatan Mengganti Kelas Perawatan dengan KRIS, Apa Kelebihan dan Kekurangannya?

Mengingat bahwa hanya ada satu kelas yaitu KRIS saat peserta BPJS Kesehatan menjalani rawat inap, maka muncul pertanyaan tentang penyesuaian iuran.
Terkait penyesuaian iuran BPJS Kesehatan di era KRIS, Kementerian Kesehatan mengatakan masih perlu pembahasan lebih lanjut.
“Iuran ke depan akan ada pembahasan lebih lanjut. Untuk membuat kebijakan harus berdasarkan evaluasi. Apakah dibutuhkan iuran baru, manfaat baru, jadi masih perlu dilihat dari evaluasi,” kata Irsan.

Hal yang sama juga disampaikan oleh BPJS Kesehatan di mana untuk menentukan tarif iuran yang baru perlu berkoordinasi dengan berbagai instansi. Mulai dari Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, Kementerian Keuangan, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
“Tidak mudah menetapkan iuran BPJS Kesehatan. Sehingga untuk saat ini belum bisa diumumkan untuk iuran (saat KRIS berlaku),” kata Rizzky.
Namun, Rizzky menyatakan bahwa sampai saat ini iuran peserta BPJS Kesehatan masih belum mengalami perubahan alias belum ada penyesuaian. Artinya masih menggunakan sistem kelas 1, 2, dan 3.
“Hingga saat ini, layanan di fasilitas kesehatan masih sama seperti sebelum Perpres 59 ini diberlakukan,” kata Rizzky.

Kemungkinan Adanya Tarif Tunggal
Sementara itu, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar melihat kemungkinan adanya tarif tunggal dari penerapan sistem KRIS tersebut. Artinya, peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tidak lagi membayar sesuai kelas yang dipilih.
“Iuran tunggal ini tidak mungkin di atas Rp150.000, tidak mungkin di atas Rp100.000, saya kira antara Rp35.000 sampai Rp100.000,” ujar Timboel saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (16/5/2024).

Dia mengasumsikan iuran ditetapkan sebesar Rp75.000 per orang per bulan bagi peserta mandiri. Menurutnya, besaran ini akan memberatkan semua pihak. Mulai dari peserta JKN, hingga penanggung layanan, BPJS Kesehatan.
Dari sisi peserta, besaran iuran yang sebelumnya memilih kelas 3 dengan tarif Rp35.000 per bulan akan menjadi dua kali lipat. Sementara itu, pendapatan BPJS Kesehatan akan berkurang karena kehilangan pemasukan dari peserta yang membayar Rp150.000 per bulan atau kelas 1.
“Jika ditetapkan misalnya Rp70 ribu, yang Rp150 ribu akan turun, yang Rp100 ribu akan turun. Yang turun ini berarti potensi pendapatan BPJS Kesehatan menghilang. Artinya ini akan mendukung penurunan pendapatan dari iuran. Yang tadinya bisa membayar lebih sekarang hanya Rp70 ribu,” katanya.
“Kedua, peserta yang membayar Rp35 ribu akan naik menjadi Rp70 ribu, apakah mampu? Yang membayar Rp35.000 saja masih banyak yang menunggak,” tambahnya.

Timboel melihat kemungkinan jumlah tunggakan dari peserta BPJS Kesehatan akan meningkat akibat kenaikan iuran dari kelompok yang sebelumnya memilih kelas 3 dengan iuran Rp35.000.
Dengan adanya tunggakan tersebut, peserta JKN dianggap tidak aktif. Sehingga ketika pergi ke fasilitas kesehatan, mereka tidak dapat dilayani.
Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengungkapkan bahwa saat ini tidak dapat dipastikan besaran iuran. Hal ini dikarenakan perlu dilakukan kajian dari berbagai pihak termasuk BPJS Kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
“Seperti yang kita sampaikan, manfaat, tarif BPJS ke rumah sakit, dan iuran akan dikaji, dievaluasi, dan akan dikonsultasikan kepada banyak pihak,” ujar Nadia melalui pesan teks pada 16 Mei 2024.

Source link

ARTIKEL TERKAIT

paling populer