London, VIVA – Sebuah restoran bernama Hiba Express di kawasan Holborn, London, yang dikenal dengan beragam kuliner khas Palestina dan Lebanon, menjadi tempat yang ramai pengunjung. Di atas restoran tersebut, terdapat Palestine House, sebuah pusat komunitas bagi warga Palestina dan para pendukung perjuangan mereka.
Baca Juga :
Pendapatan Global McDonald hingga Starbucks Babak Belur Akibat Aksi Boikot
Hiba Express yang didirikan oleh Osama Qashoo, seorang aktivis Palestina, tidak hanya terkenal karena makanannya yang lezat, tetapi juga menjadi pusat bagi gerakan boikot terhadap produk-produk yang dianggap mendukung pendudukan Israel. Salah satu produk baru yang ditawarkan di tempat ini adalah Gaza Cola, sebuah minuman bersoda dengan pesan yang kuat, bebas dari genosida dan apartheid. Scroll lebih lanjut.
Gaza Cola bukan sekadar minuman bersoda biasa. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Osama Qashoo, pencipta Gaza Cola, minuman ini diciptakan sebagai bentuk tanggapan terhadap perusahaan-perusahaan besar yang mendukung kekerasan terhadap rakyat Palestina, terutama Coca-Cola, yang diketahui beroperasi di wilayah pendudukan Israel di Yerusalem Timur.
Baca Juga :
Minuman Kaleng Gaza Cola Bikin Heboh di Inggris, Label ‘Genocide-Free’ Jadi Sorotan
“Ini bukan hanya soal rasa, tapi tentang kebebasan yang sesungguhnya,” ujar Qashoo, dikutip dari aljazeera, Selasa 26 November 2024.
Baca Juga :
Bisnis Lokal di Berbagai Negara Dapat Angin Segar Imbas Masifnya Boikot Produk Terafiliasi Israel
Gaza Cola, yang diluncurkan pada November 2023, dirancang dengan cita rasa manis asam yang mirip dengan Coca-Cola, namun berbeda dalam komposisi bahan baku, dan tentunya, dalam pesan politik yang disampaikannya.
Bagi banyak orang yang mencicipinya, seperti Nynke Brett, warga London yang menemukan Gaza Cola di Palestine House, minuman ini menawarkan lebih dari sekadar rasa.
“Gaza Cola lebih halus dan lebih mudah di lidah dibandingkan Coca-Cola. Rasanya lebih enak, apalagi karena kita tahu kita mendukung Palestina,” katanya.
Qashoo menciptakan Gaza Cola dengan tujuan yang sangat jelas, untuk memboikot perusahaan-perusahaan yang memberikan dukungan materi kepada tentara Israel yang terlibat dalam penindasan terhadap rakyat Palestina.
“Saya ingin menciptakan rasa yang bebas dari rasa bersalah, bebas dari genosida,” jelas Qashoo.
Qashoo melihat ini sebagai peluang untuk membangun gerakan boikot yang lebih besar, dengan Gaza Cola sebagai salah satu kekuatan utamanya.
“Kami ingin menyerang mereka di tempat yang paling penting, yaitu aliran pendapatan mereka,” jelas Qashoo.
Melalui Gaza Cola, ia berharap dapat menghentikan aliran dana yang mendukung perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam mendukung agresi terhadap Palestina. Motivasi ini sangat personal baginya. Pada tahun 2001, ia mendirikan International Solidarity Movement (ISM), sebuah organisasi yang berfokus pada aksi tanpa kekerasan untuk melawan pendudukan Israel atas tanah Palestina.
Meskipun baru diluncurkan, Gaza Cola mendapatkan sambutan yang cukup positif di pasar. Hiba Express dan restoran-restoran lokal Palestina di Inggris adalah tempat pertama yang menjual Gaza Cola.
Menurut laporan, sejak Agustus 2024, sekitar 500 ribu kaleng Gaza Cola telah terjual. Bahkan, beberapa peritel Muslim seperti Al Aqsa yang berbasis di Manchester juga mulai menjual Gaza Cola, yang membuat minuman ini semakin populer di kalangan konsumen yang mendukung Palestina.
Harga Gaza Cola sendiri lebih mahal dibandingkan dengan Coca-Cola. Sebuah kaleng Gaza Cola dijual dengan harga 12 poundsterling Inggris (sekitar $15), sementara satu kaleng Coca-Cola biasa dijual seharga 4,70 poundsterling ($6).
Keuntungan dari penjualan Gaza Cola sepenuhnya akan disumbangkan untuk membantu membangun kembali bangsal bersalin di Rumah Sakit al-Karama yang terletak di Gaza. Hal ini menjadi salah satu aspek yang membuat Gaza Cola semakin menarik bagi para konsumen yang peduli dengan nasib Palestina.
Menghadapi tantangan dalam menciptakan produk yang benar-benar merepresentasikan perjuangan Palestina, Qashoo menjelaskan bahwa proses pengembangan Gaza Cola tidaklah mudah. Dari masalah logo hingga kemasan, ia tetap berpegang teguh pada prinsip untuk tidak berkompromi.
“Kami tidak akan berkompromi dengan nama, logo, atau warna yang dapat mereduksi pesan yang ingin kami sampaikan,” katanya.
Gaza Cola, menurutnya, harus tetap tegas dalam menyampaikan pesan kebebasan Palestina, dan hal ini tercermin dari desainnya yang memadukan unsur-unsur budaya Palestina, seperti bendera Palestina dan pola keffiyeh, serta tulisan “Gaza Cola” dalam kaligrafi Arab.
Namun, tantangan lainnya datang dari aspek distribusi. Karena alasan politik, Gaza Cola tidak dapat masuk ke pasar-pasar besar, sehingga Qashoo memutuskan untuk memulai penjualannya di restoran-restoran lokal Palestina, serta melalui pengecer Muslim yang mendukung gerakan boikot.
Dengan tujuan untuk terus memperbesar dampaknya, Gaza Cola bertujuan untuk menjadi bagian dari gerakan boikot global yang memukul perusahaan-perusahaan besar secara finansial, seperti Coca-Cola yang dikenal mendukung kegiatan di wilayah pendudukan.
Salah satu analisis yang menarik datang dari George Shaw, seorang analis GlobalData, yang menyatakan bahwa boikot terhadap merek-merek besar di Timur Tengah dan Afrika Utara menunjukkan adanya kesadaran politik di kalangan konsumen.
“Ketika Anda menyerang aliran pendapatan perusahaan-perusahaan ini, Anda pasti membuat mereka berpikir,” kata Shaw.
Tidak hanya Gaza Cola, beberapa merek lain seperti Palestine Drinks, Matrix Cola, dan Spiro Spathis juga turut berperan dalam meningkatkan kesadaran tentang Palestina dan memperkenalkan alternatif produk yang mendukung perjuangan rakyat Palestina.
Profesor Jeff Handmaker, seorang ahli sosiologi hukum di Erasmus University Rotterdam, Belanda, menjelaskan bahwa gerakan boikot konsumen bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan meminta pertanggungjawaban perusahaan-perusahaan besar terhadap keterlibatan mereka dalam kejahatan kekejaman terhadap Palestina.
“Kampanye boikot terhadap Coca-Cola telah membuahkan hasil, dan Gaza Cola adalah salah satu contoh bagaimana boikot ini semakin efektif,” kata Handmaker.
Selain sebagai alternatif minuman yang mendukung perjuangan Palestina, Gaza Cola juga bertujuan untuk mengingatkan dunia tentang penderitaan yang telah berlangsung lebih dari tujuh dekade.
Qashoo berharap bahwa setiap tegukan Gaza Cola akan menjadi pengingat bagi generasi mendatang tentang kejahatan yang terus berlangsung di Palestina.
“Ini adalah pengingat kecil yang lembut, seperti ‘Ngomong-ngomong, selamat menikmati minuman Anda, salam dari Palestina’,” katanya.
Halaman Selanjutnya
“Gaza Cola lebih halus dan lebih mudah di lidah dibandingkan Coca-Cola. Rasanya lebih enak, apalagi karena kita tahu kita mendukung Palestina,” katanya.