Sementara itu, sekelompok pelajar perempuan di provinsi Herat berkumpul di kantor gubernur di Herat pada hari Kamis untuk memprotes penutupan lembaga ilmu kesehatan, sambil meneriakkan “Kami tidak akan melepaskan hak kami” dan “Pendidikan adalah hak kami.”
Mahasiswa kedokteran dan aktivis lainnya dari Kabul berkata: “Masyarakat tanpa dokter atau pekerja medis perempuan akan hancur.”
Badan-badan internasional dan organisasi hak asasi manusia bergabung dengan perempuan Afganistan dalam mengkritik larangan tersebut dan menyuarakan keprihatinan tentang hak perempuan atas pendidikan dan dampaknya terhadap akses perempuan terhadap layanan kesehatan.
Samira Hamidi, seorang aktivis Afganistan dan juru kampanye Amnesty International, mengatakan: “Ini adalah tindakan ketidaktahuan yang keterlaluan oleh Taliban, yang terus memimpin perang melawan perempuan dan anak perempuan di Afganistan. Tindakan kejam ini akan mempunyai dampak jangka panjang yang menghancurkan terhadap kehidupan jutaan warga Afganistan, terutama perempuan dan anak perempuan.”
“Di negara seperti Afganistan, di mana masyarakatnya terikat pada praktik tradisional dan budaya, perempuan di sebagian besar wilayah negara tersebut tidak diperbolehkan untuk diperiksa atau dirawat oleh dokter laki-laki.
“Dengan pelarangan ini, berarti tidak ada lagi bidan, perawat, laboratorium perempuan, dan tenaga medis yang melayani pasien perempuan,” ujarnya.