Liputan6.com, Jakarta RSV alias Respiratory Syncytial Virus adalah virus yang menginfeksi saluran pernapasan. Gejala penyakit akibat RSV mirip dengan penyakit pernapasan lain seperti flu biasa dimana ada batuk, pilek, dan demam.
Mengingat gejala mirip flu, maka banyak yang anggap enteng kondisi tersebut. Padahal, pada lansia yang terinfeksi RSV angka fatalitas lebih tinggi dibanding anak-anak.
Lebih lanjut, dokter spesialis paru konsultan Fariz Nurwidya dalam tiga tahun ke depan menyebut Indonesia akan menghadapi sekitar 6,1 juta kasus RSV. Angka ini menyumbang sebagian besar dari total 15,2 juta infeksi yang diperkirakan terjadi di Asia Tenggara.
“Kami mencatat peningkatan tingkat positif kejadian RSV di antara subjek yang diuji pada tahun 2024 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Temuan ini menunjukkan beban infeksi RSV yang signifikan, yang menggambarkan ‘fenomena gunung es,'” kata Fariz dalam keterangan tertulis.
Padahal menurut penelitian, lansia dengan kondisi seperti pneumonia, gagal jantung kongestif (CHF), asma, dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) memiliki risiko rawat inap yang lebih tinggi ketika terinfeksi RSV.
Lalu, ketika lansia terinfeksi RSV, berbagai komplikasi pernapasan yang berat rentan terjadi ppada lansia seperti henti napas dan gagal napas, gangguan pernapasan, dan emfisema (penyakit akibat kerusakan alveolus, kantong udara kecil pada paru-paru).
Penelitian menunjukkan satu dari empat pasien RSV (24,5%) mungkin memerlukan perawatan profesional di rumah setelah keluar dari rumah sakit.
Selain itu, satu dari empat (26,6%) pasien tersebut dirawat kembali dalam waktu tiga bulan setelah keluar dari rumah sakit. Sedihnya lagi tiga dari sepuluh (33%) dapat meninggal karena komplikasi yang terkait dengan RSV dalam waktu satu tahun sejak waktu hospitalisasi.
Â