Pemerintah Republik Indonesia menerapkan sejumlah kebijakan baru, terutama di sektor otomotif, yang mulai berlaku pada awal tahun 2025. Kebijakan tersebut mencakup kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk menciptakan lingkungan ekonomi yang lebih berkelanjutan. Namun, kebijakan ini juga menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat karena dapat meyakinkan masyarakat untuk tidak terlalu konsumtif, terutama dalam pembelian kendaraan.
Dampak dari kebijakan pemerintah terkait industri otomotif juga disoroti oleh Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno. Menurutnya, kebijakan baru tersebut berpotensi memberatkan perusahaan pembiayaan yang menawarkan layanan kredit mobil baru atau bekas. Persyaratan untuk persetujuan pinjaman bisa menjadi lebih ketat sehingga persentase persetujuan pinjaman bisa turun. Faktor lain yang memengaruhi kredit adalah sistem informasi keuangan, seperti SLIK, yang dapat mengidentifikasi rekam jejak debitur.
Dalam konteks pembelian mobil di tahun 2025, Suwandi memperkirakan bahwa transaksi kredit akan tetap mendominasi daripada pembayaran tunai. Namun, adanya kebijakan yang memberatkan debitur bisa berdampak negatif pada sektor otomotif, terutama penjualan mobil nasional. Selain itu, peningkatan beban pajak dan biaya lainnya dapat menyebabkan dampak lebih besar bagi industri otomotif, termasuk potensi pemutusan hubungan kerja (PHK).
Untuk itu, bagi mereka yang tetap ingin membeli mobil dengan cara kredit, sebaiknya melakukan persiapan yang matang. Mengetahui leasing yang tepat, menyesuaikan dengan kemampuan finansial, melakukan simulasi kredit, memilih mobil sesuai kebutuhan dan budget, serta memenuhi persyaratan yang diperlukan adalah langkah-langkah yang perlu diperhatikan. Dengan melakukan langkah-langkah tersebut, diharapkan pengajuan kredit mobil bisa berjalan lancar tanpa hambatan.