Pasar tradisional basah dan padat menjadi tempat yang sangat rentan terhadap risiko spillover virus, yaitu perpindahan patogen dari hewan ke manusia. Dr. Dicky Budiman, seorang epidemiolog, menyatakan bahwa di pasar basah tradisional yang terlalu padat, interaksi antara manusia dan berbagai hewan meningkatkan risiko terjadinya spillover virus. Contohnya adalah SARS yang berasal dari pasar hewan di Guangdong dan MERS yang terkait dengan unta di Timur Tengah. COVID-19 pun diduga berasal dari interaksi intens antara hewan dan manusia di pasar hewan Wuhan. Hal ini tidaklah kebetulan karena virus, terutama dari keluarga Corona dan influenza, sangat adaptif lintas spesies.
Kondisi kandang hewan yang sempit, tingginya tingkat stres, serta lingkungan yang lembap dan kurang higienis menciptakan lingkungan ideal bagi virus untuk berkembang biak. Hewan yang stres cenderung mengeluarkan virus melalui air liur, kotoran, dan bahkan uap napasnya. Jika manusia tanpa perlindungan menyentuh, menyembelih, atau menghirup udara di sekitar hewan tersebut, maka rantai penularan virus bisa dengan mudah dimulai. Karena itu, penting bagi pemilik pasar dan pedagang untuk mengambil langkah-langkah pencegahan yang baik, seperti meningkatkan kebersihan dan menjaga jarak antara manusia dan hewan.
Dalam upaya mengurangi risiko penularan virus, kaca pleksi atau “plexiglass” kini digunakan sebagai pembatas di berbagai ruangan dalam era kenormalan baru. Namun, sejauh mana kaca penyekat ini efektif dalam meredam pandemi masih menjadi perdebatan. Menurut sejumlah peneliti, penggunaan kaca pleksi dapat membantu mengurangi risiko penularan virus korona, namun tetap diperlukan upaya lain seperti menjaga kebersihan dan praktik menjaga jarak untuk memutus mata rantai penularan virus.