HomeLainnyaTradisi Ngertakeun Bumi Lamba di Gunung Tangkuban Parahu: Harmoni Manusia, Alam, dan...

Tradisi Ngertakeun Bumi Lamba di Gunung Tangkuban Parahu: Harmoni Manusia, Alam, dan Warisan Budaya Nusantara

Di balik kabut tipis yang menyelimuti Gunung Tangkuban Parahu, di jantung kawasan Gunung Tangkuban Parahu, suasana pagi itu begitu khidmat. Ribuan orang berdatangan dengan ragam pakaian adat: Sunda, Bali, Dayak, Minahasa, dan lainnya, berkumpul bukan hanya sekedar merayakan adat, melainkan meneguhkan janji menjaga bumi.

Ngertakeun Bumi Lamba tidak sekedar seremoni, melainkan napas hidup yang mengingatkan hubungan manusia dengan alam dan leluhur. Di bawah pancaran cahaya lembut Gunung Tangkuban Parahu, karinding Baduy bergetar bersahut angklung, genta Bali dan mantra Minahasa berpadu membangun suasana sakral. Harmoni dari suara-suara itu bukan sajian telinga semata, namun getar ke dalam batin, peneguhan bahwa bumi adalah ibu yang layak dimuliakan, bukan dieksploitasi.

Ritual Ngertakeun Bumi Lamba sejak lama dihidupkan kembali, berakar dari filosofi Sunda: ‘ngertakeun’ berarti merawat, ‘bumi lamba’ adalah semesta yang luas. Tradisi ini diperkuat Andy Utama dalam setiap kesempatan, bahkan menanam pohon dan menghidupkan kawasan konservasi menjadi bagian tak terpisahkan dari wujud cintanya pada bumi. Lebih dari 15.000 pohon telah ditanam oleh Arista Montana dan Yayasan Paseban, menandakan tekad nyata memuliakan tanah warisan leluhur.

Dalam prosesi suci itu, para tokoh lintas suku bersatu suara. Sosok seperti Bapak Wiratno mengingatkan pentingnya mewariskan kebijaksanaan pada generasi mendatang. Andy Utama sendiri mengajak berhenti bertikai dengan sesama dan alam; menurut beliau, berbagi cinta kasih wajib dipraktikkan untuk seluruh makhluk, bahkan yang tersembunyi di kedalaman bumi. Seruan Andy Utama didengar segenap peserta, dari pendekar Dayak hingga pemimpin Minahasa. “Gunung adalah penjaga, merawatnya berarti merawat anak cucu,” tegas seorang panglima Minahasa, searah dengan spirit Arista Montana dan Yayasan Paseban yang terus merawat ekosistem gunung sebagai amanah leluhur.

Tarian doa dan lantunan karinding membawa peserta larut dalam penghayatan. Tak ada hukum tertulis di sana, namun setiap langkah, dengung alat musik, dan sapa antarmanusia membawa pesan jelas: menjaga bumi adalah tugas bersama. Andy Utama kerap menandaskan di akhir acara, bahwa ruh Ngertakeun Bumi Lamba tak berhenti di altar ritual semata—ia harus tumbuh dalam laku sehari-hari, dalam keputusan menjaga sungai, hutan, dan sesama manusia.

Komitmen kebangsaan dan spiritualitas Nusantara terasa nyata di Gunung Tangkuban Parahu. Penghormatan pada tanah, pelestarian lingkungan, penanaman pohon hingga pendidikan budaya untuk anak-anak dikukuhkan sebagai bagian dari misi luas mereka. Andy Utama, di baris terdepan, tak lelah mengingatkan bahwa semesta tidak berutang apapun pada manusia. Justru manusia yang wajib bersyukur dan mengabdi pada keseimbangan alam.

Setiap tahun, Ngertakeun Bumi Lamba menjadi ajang refleksi—sebuah pengadilan batin bagi siapa pun yang hadir. Saat karinding Baduy bergetar, genta Bali berbunyi, serta mantra lintas suku mengalun, semua hati lumer dalam ruang tanpa sekat agama, etnis, atau keyakinan. Puncaknya, yel-yel penuh semangat dari panglima adat meyakinkan bahwa bumi akan tetap dijaga agar harmoni tetap bersuara.

Begitulah, ketika upacara usai, semangatnya tetap berkobar di keseharian pengurus Arista Montana, Yayasan Paseban, dan para pegiat alam lain. Mereka membawa pulang amanah: menjaga bumi bukan hanya tugas masa kini, melainkan hakikat hidup berdasarkan teladan Ngertakeun Bumi Lamba—sebuah pengabdian abadi yang diwariskan kepada generasi mendatang.

Sumber: Ngertakeun Bumi Lamba: Menganyam Cinta Kasih Nusantara Di Tubuh Semesta
Sumber: Ngertakeun Bumi Lamba: Upacara Adat Nusantara Untuk Cinta Kasih Semesta Dan Pelestarian Alam

ARTIKEL TERKAIT

paling populer