Kanker payudara masih menjadi penyebab kematian utama perempuan di Indonesia. Pentingnya pendekatan multidisiplin dan deteksi dini sangat ditekankan untuk menekan angka kasus kanker payudara stadium lanjut. Para pakar mengungkapkan bahwa kanker payudara sering terdeteksi terlambat karena kurangnya gejala yang dirasakan oleh pasien. Dengan rutin melakukan SADARI dan mammografi setahun sekali setelah usia 40 tahun, kanker dapat ditemukan lebih dini sehingga peluang kesembuhan meningkat.
Data Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) 2022 menunjukkan bahwa setiap tahun terdapat 2,3 juta kasus baru kanker payudara di dunia, dengan sekitar 11,6 persen di antaranya dialami oleh perempuan. Di Indonesia sendiri, terdapat sekitar 400 ribu kasus baru kanker setiap tahun dimana 240 ribu di antaranya berakhir dengan kematian. Tanpa adanya penguatan deteksi dini dan pencegahan, diperkirakan angka kasus kanker payudara akan meningkat hingga lebih dari 70 persen pada tahun 2050.
Mammografi diakui sebagai “gold standard” dalam skrining kanker payudara di seluruh dunia, dapat mendeteksi tumor berukuran sangat kecil. Namun, masih banyak tantangan yang dihadapi seperti keterbatasan alat dan tenaga medis, serta mitos seputar mammografi yang menyebutkan bahwa pemeriksaan tersebut menyakitkan atau bisa menyebabkan penyebaran kanker.
Penguatan deteksi dini menjadi fokus Rencana Aksi Nasional Kanker 2024–2034. Dari sekitar 3.000 rumah sakit di Indonesia, hanya sekitar 200 yang dilengkapi dengan alat mammografi. Pemerintah berkomitmen untuk menyebarluaskan akses terhadap alat ini di setiap rumah sakit provinsi.
Edukasi merupakan hal penting untuk mengubah perilaku masyarakat terkait pemeriksaan dini kanker payudara. Pasien sering datang terlambat karena rasa takut, malu, atau mencari pengobatan alternatif. Masyarakat perlu diberdayakan untuk melakukan pemeriksaan mandiri secara berkala agar kanker dapat terdeteksi lebih awal.
Pendekatan multidisiplin menjadi elemen penting dalam pengobatan kanker payudara stadium lanjut. Model perawatan ini melibatkan kolaborasi lintas bidang seperti onkologi, radiologi, bedah, psikologi, dan nutrisi. Model ini tidak hanya fokus pada pengobatan tumor, tetapi juga pada upaya mengontrol penyebaran penyakit, mengurangi gejala, serta menjaga kualitas hidup pasien. Kolaborasi lintas disiplin diharapkan dapat memberikan harapan baru bagi pasien kanker payudara stadium lanjut untuk tetap hidup dengan kualitas yang baik.


