Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan manusia, namun masih banyak rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Kondisi ini disebut sebagai Paradoks Indonesia. Jika ingin menilai pencapaian ekonomi Indonesia dalam 30 tahun terakhir, kita bisa membandingkannya dengan negara lain seperti Tiongkok dan Singapura. Tiongkok mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, sebagian besar karena penerapan prinsip-prinsip kapitalisme negara yang mengatur cabang produksi penting dan sumber daya alam melalui BUMN. Sebaliknya, Indonesia cenderung menyerahkan pengelolaan ekonominya ke mekanisme pasar, tidak sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945 tentang sistem ekonomi negara. Indonesia pun terperangkap dalam oligarki, di mana perekonomian dikuasai oleh segelintir orang super kaya.
Keputusan politik yang tepat dapat menentukan apakah rakyat Indonesia akan sejahtera atau miskin. Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara kelas atas, namun perlu pengelolaan kekayaan negara yang baik, yang merupakan keputusan politik, baik di tingkat daerah maupun nasional. Dalam perjuangan memperkuat ekonomi negara dan rakyat Indonesia, kita harus bijak, arif, dan memiliki jiwa kepemimpinan.
Saya sangat optimistis bahwa paradoks ekonomi Indonesia dapat diubah jika elit Indonesia memiliki jiwa kepemimpinan, kearifan, dan kemampuan mengambil keputusan politik yang tepat. Kita harus berusaha menjadi bangsa pemenang dan bukan bangsa pengalah. Kita tidak boleh puas hanya sebagai bangsa pembeli, tetapi harus menjadi bangsa pembuat.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia harus mencapai angka dua digit agar bisa keluar dari perangkap negara menengah. Pertumbuhan ekonomi di kisaran 4% atau 5% tidak akan memungkinkan Indonesia untuk keluar dari perangkap negara menengah. Kita harus sadar bahwa kita tidak bisa puas dengan pertumbuhan ekonomi rendah, dan harus berusaha tumbuh menjadi negara dengan ekonomi yang kuat dan mampu bersaing dengan negara-negara maju.
