Saturday, September 21, 2024
HomeprabowoSolusi Paradoks Indonesia: Menuju 100 Tahun Indonesia Merdeka (Mewujudkan Ekonomi Konstitusi)

Solusi Paradoks Indonesia: Menuju 100 Tahun Indonesia Merdeka (Mewujudkan Ekonomi Konstitusi)

Mewujudkan Ekonomi Konstitusi

Jika Anda pernah belajar ilmu ekonomi, Anda pasti tahu bahwa ada banyak aliran ekonomi di dunia ini. Ada aliran ekonomi seperti neoklasikal, pasar bebas, dan neoliberal yang sering dikaitkan dengan pemikiran Adam Smith. Kemudian ada aliran ekonomi sosialis, yang juga dikenal sebagai aliran ekonomi Karl Marx. Dalam sejarahnya, sering terjadi perdebatan antara pendukung aliran A dan aliran B. Namun, jika saya boleh berpendapat, mengapa kita harus memilih? Mengapa kita tidak mengambil yang terbaik dari kapitalisme dan yang terbaik dari sosialisme? Gabungan terbaik dari kedua aliran tersebut lah yang oleh tokoh-tokoh seperti Bung Karno, Bung Hatta, Bung Syahrir, dan ayah saya Prof. Sumitro disebut sebagai ekonomi kerakyatan, atau ekonomi Pancasila, yang secara eksplisit tertulis dalam Undang-undang Dasar ’45, khususnya dalam pasal 33. Kita juga dapat menyebutnya sebagai ‘ekonomi konstitusi’.

Setelah peristiwa tahun 1998, sebagai bangsa, saya rasa kita telah tersesat. Kita telah meninggalkan pasal 33 Undang-undang Dasar ’45 dan konsep ekonomi Pancasila. Inilah mengapa saya telah berjuang selama belasan tahun ini. Saya berusaha untuk menggugah, membangkitkan kembali kesadaran, dan mengingatkan ajaran-ajaran Bung Karno: berdiri di atas kaki kita sendiri. Ini adalah hal yang fundamental yang seringkali kita lupakan. Kita terlalu percaya pada globalisasi dan gagasan bahwa tidak ada lagi batasan, “borderless world”. Namun, kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa batasan tetap ada. Kita harus memiliki kekuatan dalam diri kita sendiri. Kita harus ingat bahwa nasionalisme bukanlah sesuatu yang buruk. Nasionalisme adalah bentuk cinta terhadap bangsa sendiri. Kita harus mencintai bangsa kita sendiri, karena jika bukan kita yang mencintai bangsa kita, lalu siapa lagi yang akan melakukannya? Kita tidak boleh bergantung pada belas kasihan bangsa lain. Kita harus memperjuangkan kepentingan nasional kita sendiri. Seperti halnya negara-negara lain yang membela kepentingan nasional mereka, mengapa bangsa Indonesia tidak boleh melakukan hal yang sama? Mengapa petani kita tidak boleh mendapatkan bantuan dari negara? Contoh nyata, di bidang pertanian, petani di Amerika, Australia, Vietnam, dan Thailand mendapatkan bantuan dari negara mereka. Mengapa kita tidak berani mengatakan, “kita juga ingin kepentingan nasional kita dijaga”? Bahkan jika ada yang menilai kita sebagai anti asing, sebenarnya kita tidak anti asing. Kita hanya tidak boleh bergantung pada asing. Kita harus kuat dan mandiri. Kemandirian suatu negara dalam memproduksi berbagai barang di dalam negeri dapat diukur melalui Indeks Kompleksitas Ekonomi. Profesor Ricardo Hausmann dari Harvard University menemukan korelasi antara kesejahteraan suatu negara dengan kemandiriannya dalam memproduksi berbagai barang. Oleh karena itu, kebijakan IMF tahun 1998 yang menghancurkan banyak industri kita seharusnya kita tinggalkan jauh-jauh. Kita harus segera mengembangkan produksi dalam negeri. Kita harus memiliki industri kapal, mobil, pangan, sandang, senjata, serta industri untuk kebutuhan pokok dan barang-barang intermediate. Dengan melakukan hal ini, kompleksitas ekonomi kita akan meningkat dan nilai tukar Rupiah dapat menguat.

Tujuan Kita: Ekonomi Konstitusi, Bukan Sosialisme

Sosialisme murni, meskipun terlihat baik dalam teori, sebenarnya tidak praktis. Dalam sosialisme murni, prinsip kesetaraan yang tidak realistis. Jika kesetaraan tersebut dijalankan, maka tidak ada lagi insentif bagi orang untuk bekerja keras. Dalam sosialisme murni, orang yang bekerja keras dan tidak bekerja keras memiliki gaji yang sama. Orang pintar dan orang bodoh juga memiliki gaji yang sama. Seseorang yang belajar dan yang tidak belajar juga bergaji sama. Bahkan dalam impian sosialis, uang tidak boleh ada. Tentu saja, hal ini tidak akan bisa terlaksana dengan mudah dan negara-negara yang mencoba menjalankan sosialisme murni seringkali gagal. Sebagaimana yang diungkapkan oleh para pendiri bangsa kita seperti Bung Karno, Bung Hatta, Bung Syahrir, yang tepat adalah ekonomi campuran. Konsep ekonomi campuran mengambil yang terbaik dari kapitalisme dan sosialisme. Dalam sejarah Indonesia, pernah ada keputusan untuk menggunakan sistem ekonomi Pancasila yang berlandaskan kekeluargaan. Pada intinya, ekonomi kita harus mampu menarik yang lemah dan harus ada keseimbangan. Konsep kapitalisme murni yang menitikberatkan pada keuntungan pribadi tanpa memperdulikan mereka yang lemah tidaklah benar. Dalam kapitalisme murni, kekayaan hanya akan terkonsentrasi pada segelintir orang saja. Hal ini terjadi saat ini baik di Indonesia maupun di Barat. Oleh karena itu, yang harus kita lakukan adalah menerapkan konsep ekonomi tengah, ekonomi campuran seperti yang diinginkan oleh Bung Karno, Bung Hatta, yaitu ekonomi kerakyatan.

Sebagai gambaran, saat ini Vietnam seringkali menampilkan mural bertuliskan “economy for the people, not people for the economy”. Hal ini menggambarkan orientasi ekonomi yang harus kita miliki. Jika saat ini kita merasa tersesat, kita harus berani mengubah arah. Kita harus kembali kepada panduan yang telah ditetapkan oleh para pendiri bangsa kita dalam Undang-undang Dasar ’45. Pasal 33 Undang-undang Dasar ’45 secara tegas menyatakan bahwa ekonomi kita bukanlah ekonomi pasar bebas, melainkan ekonomi yang berbasis kekeluargaan. Begitu juga dengan Ayat 2 pasal 33 yang menyatakan bahwa “cabang produksi yang penting harus dikuasai oleh negara” dan “bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Inilah prinsip dasar dari ekonomi konstitusi yang seharusnya kita terapkan. Jika kita dapat konsisten melaksanakannya sebagaimana Tiongkok yang konsekuen menjalankan konstitusi mereka, maka aliran kekayaan alam kita yang saat ini mengalir keluar dapat kita hentikan.

Paham Ekonomi Konstitusi: Bebas Boleh, Tetapi Harus Waspada

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, ekonomi kita harus berlandaskan ekonomi tengah. Jangan terjebak pada kapitalisme murni maupun sosialisme murni. Kita harus mengambil yang terbaik dari kapitalisme yang mendorong inovasi, kewirausahaan, dan investasi, namun harus diimbangi dengan perlindungan terhadap rakyat banyak. Jika kapitalisme murni diterapkan tanpa perlindungan, maka akan terjadi seperti yang sedang kita alami saat ini. Ekonomi pasar bebas tanpa perlindungan tidak akan memberikan harapan bagi mereka yang berada di bawah. Sosialisme, di sisi lain, memberikan jaminan akan keamanan bagi mereka yang paling lemah. Pemerintah harus berperan aktif dalam mengurangi kemiskinan dan memberikan keadilan. Jika tidak ada tindakan yang melindungi, mereka yang lemah akan terus tertinggal dalam hal pendidikan, keterampilan, dan gizi. Namun, pembagian uang kepada mereka yang membutuhkan tidaklah cukup. Pendekatan yang benar adalah dengan memberikan pendidikan, pelatihan, manajemen, dan pendampingan yang diperlukan. Tanpa strategi yang jelas, pembagian uang tidak akan memberikan dampak positif bagi masyarakat.

Paham Ekonomi Konstitusi: Pemerintah Harus Jadi Pelopor

Dalam implementasi ekonomi konstitusi, pemerintah harus menjadi pelopor dalam pembangunan, pertanian, pembangunan infrastruktur, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan. Pemerintah harus berperan proaktif dalam membantu rakyatnya. Kunci peran pemerintah dalam ekonomi adalah sebagai pelopor, bukan hanya sebagai wasit. Perbedaan inilah antara paham neoliberal dan paham ekonomi konstitusi. Paham neoliberal yang mengutamakan minimnya peran pemerintah mungkin tepat untuk negara-negara maju, namun kita harus sadar bahwa kita masih tertinggal jauh. Pendapatan per kapita negara maju jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah harus berperan lebih aktif dalam pembangunan ekonomi untuk mencapai kemakmuran dan mengurangi kemiskinan.

Paham Ekonomi Konstitusi: Pemerintah Harus Jadi Pelopor

Apabila kita menerapkan paham ekonomi konstitusi, maka dalam hal pembangunan, pertanian, pembangunan infrastruktur, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan, pemerintah harus proaktif. Pemerintah harus menjadi pelopor. Dalam membangun ekonomi, menyelamatkan negara, membangun kemakmuran, dan mengurangi kemiskinan, pemerintah harus menjadi pionir. Pemerintah tidak boleh hanya menjadi wasit.

Hal ini adalah perbedaan mendasar antara paham neoliberal dan paham ekonomi konstitusi. Dalam paham neoliberal, minimalisasi peran pemerintah dianggap sebagai yang terbaik. Semakin sedikit peran pemerintah, semakin baik. Namun, kita harus ingat bahwa negara maju telah berada jauh di depan kita. Oleh karena itu, pemerintah harus memiliki peran proaktif dalam pembangunan ekonomi untuk memastikan kesejahteraan rakyat.

Dalam konteks paham ekonomi konstitusi, pemerintah harus menjadi pelopor dalam pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

Kesimpulannya, paham ekonomi konstitusi, yang menggabungkan prinsip-prinsip terbaik dari kapitalisme dan sosialisme, adalah solusi terbaik bagi Indonesia. Dengan menjalankan prinsip-prinsip ekonomi konstitusi, kita dapat mencapai kemakmuran yang berkelanjutan untuk seluruh rakyat Indonesia.

Source link

ARTIKEL TERKAIT

paling populer