Menurut Liputan6.com, Jakarta, dampak terlalu memanjakan anak dapat dilihat dari perilaku anak, seperti bersikap kasar, tidak mau berbagi, bossy, dan menuntut. Jika permintaannya tidak dipenuhi, anak bisa menjadi tantrum.
Psikolog anak Richard Bromfield mengatakan bahwa banyak orangtua merasa tidak berdaya untuk mengatasi perilaku ini. Selama 25 tahun praktik konselingnya, Bromfield menemukan banyak kasus anak-anak yang dimanja. Contohnya, seorang anak laki-laki yang marah karena menginginkan pretzel, bukan yogurt, dan seorang gadis berusia 8 tahun yang menangis ketika orangtuanya pergi tanpa dia. Anak-anak ini bahkan menghina orangtuanya ketika tidak dituruti.
Menurut Dan Kindlon, seorang psikolog klinis, anak-anak yang terlalu dimanja berisiko mengalami egoisme berlebihan, kurangnya kontrol diri, kecemasan, dan depresi. Hal ini karena mereka selalu mendapatkan apa yang diinginkan dan tidak belajar untuk merasa puas.
Bromfield menegaskan bahwa orangtua perlu berhenti memanjakan anak-anak mereka. Hal ini bukan hanya untuk mengurangi frustrasi orangtua, tetapi juga untuk mempersiapkan anak-anak menghadapi rintangan dalam hidup. Membiasakan anak untuk tidak selalu mendapatkan apa yang diinginkan akan membantu mereka belajar kemandirian dan ketangguhan. Orangtua perlu menerapkan disiplin yang konsisten dan memberikan batasan yang jelas kepada anak-anak.
