Bengkel ban mobil yang seringkali dijumpai di pinggir jalan umumnya menjual berbagai jenis ban, mulai dari baru hingga ban ukiran setengah pakai.
Ban ukiran atau yang sering disebut sebagai ban batik adalah ban yang sudah botak dan diukir kembali menyerupai bentuk barunya dengan mengikuti pattern atau corak asli.
Ban jenis ini cukup diminati dibeberapa kalangan seperti sopir angkutan umum, sopir travel dan sopir kantoran lantaran harganya yang terjangkau.
Di pasaran ban ukiran umumnya ditawarkan mulai dari Rp100 ribuan.
Harganya yang terjangkau, penggunaan ban batik untuk kendaraan sebenarnya tidak disarankan karena menyangkut faktor keselamatan.
Hal ini pun disampaikan secara langsung Product Marketing Manager PT Michelin Indonesia, Mochammad Fachrul Rozi baru-baru ini.
“Penggunaan ban batik atau ukiran atau yang dinamakan regroove untuk passanger car tidak boleh karena berbahaya dari segi keselamatan. Kalau di kendaraan komersil atau truk boleh asalkan ada tulisan “REGROOVABLE” pada dinding samping ban,” jelasnya kepada Autofun Indonesia.
Tidak disarankan menggunakan ban batik pada mobil penumpang lantaran jarak antara pemukaan tapak dengan kawat yang semakin dekat.
“Ban ukiran jadi lebih tipis karena jarak dengan kawat paling 3 mm itu bisa menjadi separasi. Kawat kan musuhnya lembab, dengan begitu kawat bisa menjadi berkarat dan putus. Kalau karat ini putus dan mobil dalam kondisi melaju cepat di tol bisa menyebabkan ban meledak,” ucapnya.
Baca juga: Perbedaan Ban Vulkanisir dan Suntikan, Mana yang Paling Berbahaya Saat Dipakai?
Membedakan Ban Ukiran dengan Ban Bekas Tanpa Batikan
Apabila kalian sedang mencari ban seken untuk mobil kesayangan dikarenakan memiliki budget yang terbatas, sebaiknya mengetahui mana ban ukiran dengan ban bekas tanpa batikan.
Jika dilihat secara fisik, ban batikan memiliki corak garis lebih gelap dibandingkan permukaan ban layaknya seperti ban baru.
Hal tersebut dikarenakan garis tersebut diserut ulang menggunakan alat khusus yang seolah-olah menampilkan kondisi ban masih tebal.
Ciri lain mengetahui ban batikan adalah memperhatikan bagian lain dari corak ban apakah terlihat adanya rajutan kawat atau benang di bagian dalam tapak.
Berbeda dengan ban ukiran, ban bekas tanpa batikan tidak ada ciri-ciri tersebut.
Umumnya ban bekas tanpa batikan untuk garis pada corak dengan tapak memiliki warna yang sama, dan juga terlihat masih adanya garis batas habisnya tapak ban (Tire Wear Indicator).
Baca juga: Walau Terlihat Masih Bagus, Ada Batas Aman Ketinggian Tapak Ban untuk Dipakai di Jalan Raya
Begini Cek Kondisi Ban Sebelum Berpergian
Michelin Indonesia memberikan panduan berkendara untuk menghadapi tantangan cuaca ekstrem seperti panas menyengat yang berganti dengan hujan lebat dalam waktu singkat.
- Periksa Tekanan Ban secara Rutin, terutama sebelum melakukan perjalanan panjang. Tekanan angin yang tepat tidak hanya meningkatkan kinerja ban, tetapi juga meminimalkan risiko kecelakaan. Pastikan selalu menjaga tekanan angin ban sesuai rekomendasi pabrikan kendaraan
- Periksa Kondisi Ban, termasuk kedalaman alur dan keausan. Ban yang aus atau rusak dapat mengurangi traksi dan stabilitas kendaraan, terutama dalam kondisi cuaca ekstrem seperti hujan deras atau jalanan basah. Konsultasi rutin dengan ahli ban dan kaki-kaki sangat diperlukan untuk memastikan pemeriksaan menyeluruh. Konsultasi ini bisa mencakup penyetelan roda (spooring), penyeimbangan (balancing), dan rotasi (rotation). Langkah preventif ini tidak hanya memperpanjang umur ban, tetapi juga berkontribusi pada kinerja dan keselamatan kendaraan secara keseluruhan.
- Gunakan Ban yang Memiliki Performa Baik di Segala Medan. Jika memungkinkan, pertimbangkan untuk menggunakan ban yang memiliki performa optimal di medan basah maupun kering.
Baca juga: Ban Baru Tapi Tahun Produksi Lama Berbahaya untuk Dipakai? Begini Penjelasan Michelin