Liputan6.com, Jakarta – Pada tahun 2030, populasi perempuan di seluruh dunia yang mengalami menopause diproyeksikan akan meningkat menjadi 1,2 miliar, dengan 47 juta perempuan memasuki fase ini setiap tahunnya.
Temuan ini diungkapkan dalam penelitian The REALISE dan disajikan di Kongres Dunia ke-18 yang diadakan oleh International Menopause Society (IMS), 26-29 Oktober 2022, di Lisboa, Portugal.
Studi The REALISE mengeksplorasi beban gejala dan dampak dari gejala menopause pada wanita di berbagai negara, serta pendapat dari dokter yang merawat mereka.
Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga perempuan yang berada dalam fase menopause melaporkan sejumlah gejala yang parah, seperti gangguan tidur, kekeringan pada vagina, dan perubahan suasana hati. Gejala ini dapat terjadi selama 10 tahun atau lebih setelah menstruasi terakhir mereka.
Hal ini memiliki dampak signifikan pada kualitas hidup perempuan. Namun, sekitar 30 persen dari perempuan yang mengalami gejala berat dan sedang serta berkonsultasi dengan dokter, tidak mendapatkan pengobatan apapun.
“Cecilia Caetano, Head Global Medical Affairs Women’s Health, Bayer AG, menyatakan bahwa selain mengalami gangguan tidur, banyak perempuan di seluruh dunia pada umumnya menderita gejala vasomotor selama masa transisi menopause, yang dapat memengaruhi kualitas hidup mereka,” dalam Pharma Media Day 2024 melalui keterangan pers, Rabu (27/3/2024).
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa gejala vasomotor (VMS) dianggap sebagai gejala menopause yang paling umum dan mengganggu. Namun, penelitian ini juga menyoroti tingginya beban gejala selain VMS pada wanita menopause. Hal ini menekankan perlunya peningkatan kesadaran dan penanganan terhadap gejala menopause selain VMS guna meningkatkan dialog dan pengambilan keputusan bersama.
