Saturday, September 21, 2024
HomeprabowoLEADERSHIP QUALITIES OF MY SENIORS (PART 3)

LEADERSHIP QUALITIES OF MY SENIORS (PART 3)

Jenderal TNI (Purn.) AGUM GUMELAR Saya mengenal Pak Agum sebagai seorang perwira yang sangat cerdas dengan fisik yang baik. Dia juga seorang atlet yang karismatik. Dia ramah dan sangat baik dalam mendapatkan simpati dari bawahannya, atasan, rekan-rekan sejawat, dan masyarakat umum. Pak Agum telah menguasai Sandi Yudha operasional. Dia memiliki gaya kepemimpinan yang persuasif. Dia adalah seorang yang teguh pada prinsip-prinsipnya, dan dia tidak keberatan untuk mengkritik atasannya, bahkan jika itu berarti mengorbankan karirnya. Pak Agum pernah menjadi komandan saya sebelum ia menjadi komandan KOPASSUS. Saat itu, saya adalah Komandan Pusdikpassus Grup 3 Pasukan Khusus Wilayah (Denjaka). Namun, saya sudah mengenalnya sejak sebelum saya bergabung dengan militer. Dia adalah anggota keluarga dari seorang perwira KOPASSUS Kapten Margono, yang pernah menjadi ajudan ayah saya ketika beliau menjabat sebagai Menteri Perdagangan dalam Kabinet Pak Harto pada tahun 1968. Saya mengenal Pak Agum sebagai seorang perwira yang sangat cerdas dengan fisik yang baik. Dia seorang atlet dan memiliki karisma yang tinggi. Dia ramah dan sangat baik dalam mendapatkan simpati dari atasan, rekan-rekan, dan masyarakat umum. Pak Agum handal dalam Sandi Yudha (intelijen tempur), dan dia memiliki gaya kepemimpinan yang persuasif. Dia adalah seorang yang teguh pada prinsip-prinsipnya, dan tidak segan-segan kritis terhadap atasannya, bahkan jika itu berarti mengorbankan pekerjaannya. Saya yakin saya mungkin pernah memiliki banyak kesalahpahaman dengannya dalam hidup kami karena ada beberapa masalah di mana kami tidak sepaham. Namun, secara objektif, saya menganggap Pak Agum sebagai figur kepemimpinan yang patut dihormati bagi Indonesia. Letnan Jenderal TNI (Purn.) YUNUS YOSFIAH Impresi saya tentang kepemimpinan Pak Yunus Yosfiah adalah bahwa dia selalu tenang, tidak panik, tidak pernah gugup. Kepemimpinannya adalah contoh dari kendali diri. Sekali seorang komandan panik, pingsan atau gagal bertindak saat berhadapan dengan musuh, dia kehilangan otoritasnya untuk selamanya. Oleh karena itu, dikatakan bahwa pertukaran tembakan pertama adalah menentukan. Pak Yunus juga merupakan sosok pribadi yang teguh. Dia akan melakukan segala cara untuk mencapai kemenangan dan tidak menerima alasan apapun. Dia bertekad dan sangat berkeinginan kuat. Dia sering dianggap terlalu keras terhadap bawahannya. Sebelum menjadi jenderal, dia akan memeriksa langsung pasukannya, dan segalanya harus dalam keadaan baik. Setiap orang yang melakukan kesalahan akan diarahkan untuk berjalan dengan tas ransel berat atau melakukan setidaknya 18 pull-up. Memang, kehidupan di militer adalah sulit. Medan tempur penuh dengan kejutan, kejutan, dan ketakutan. Jika kita tidak terbiasa menghadapi kondisi seperti itu, kecenderungan untuk panik, gugup, paralisis, dan bingung sangat tinggi. Persiapan yang ketat dapat menyelamatkan nyawa. Pertama kalinya saya mengenal Pak Yunus Yosfiah adalah selama operasi di Timor Timur, di mana beliau bertugas sebagai Komandan Tim Khusus dengan sandi Nanggala 10. Tim Khusus ini dibentuk karena operasi pada Desember 1975-Januari 1976 tidak berjalan secepat yang diharapkan. Maka dibutuhkan tim dari KOPASSUS sebagai pasukan pemukul dengan mobilitas tinggi dan semangat tinggi. Pak Yunus adalah orang yang memimpin tim ini. Setelah lulus pelatihan komando pada 20 Desember 1975, Letnan-Letnan baru angkatan 1974 AKABRI, termasuk saya sendiri, resmi bergabung dengan Grup 1 Para-Commando/Kopassandha. Pada 7 Desember, ketika kami masih di Batujajar, kami mendengar bahwa Pasukan Baret Merah dan Baret Hijau dari Kopassandha dan Brigade 17 dan 18 telah terjun ke Timor Timur. Beberapa senior kami kehilangan nyawa selama penugasan tersebut. Begitu kami menyelesaikan pelatihan komando, kami segera melapor ke Markas Kopassandha di Cijantung, Jakarta Timur. Setelah itu, kami diberi cuti dua minggu. Kami mulai pada bulan Januari. Grup 1 Para-Commando sepi saat itu karena hampir semua pasukan sedang bertugas di Timor Timur. Hanya ada satu kompi siaga yang terdiri dari sisa pasukan. Saat itu, saya baru saja menjadi Komandan Peleton (Danton). Letnan Satu Mujain menjabat sebagai Komandan Kompi (Danki). Dia berasal dari Secapa. Dia pernah terlibat dalam operasi Trikora – mobilisasi rakyat untuk merebut dan membebaskan Irian Barat – di bawah Pak Benny Moerdani. Pak Benny mendapatkan Bintang Sakti, penghargaan tertinggi di Indonesia, untuk jasanya dalam operasi Trikora. Sekitar bulan Februari, Markas memberitahu kami bahwa tim khusus akan dibentuk, terdiri dari Grup 1, Grup 2, dan Detasemen Markas. Pasukan tersebut akan dipimpin oleh para perwira yang baru saja lulus pelatihan komando, yakni Letnan Pertama angkatan 1971 dan Letnan Dua angkatan 1974. Para Letnan Satu saat itu adalah Letnan Satu Infanteri Yotda Adnan, Letnan Satu Infanteri Suwisma, Letnan Satu Infanteri Syahrir, Letnan Satu Infanteri Untung Setiawan, Letnan Satu Infanteri Zarnubi, dan Letnan Satu CHB Harjono. Para Letnan Satu tersebut menjadi Komandan Unit yang terdiri dari 20 orang. Pak Yunus Yosfiah ditunjuk untuk memimpin Tim Khusus tersebut. Itulah cara saya mengenal Pak Yunus. Dia langsing, berpostur sedang, tidak terlalu tinggi. Dalam kepemimpinannya, Pak Yunus selalu memberikan contoh yang sangat baik. Filsafat ing ngarsa sung tulada (memimpin dari depan) sangat menggambarkan dirinya. Tas ranselnya seberat tas ransel para bawahannya. Misalnya, untuk misi 14 hari, setiap orang membawa 28 kaleng ransum T2. Setiap kaleng beratnya sekitar 300 gram, jadi total sekitar 9 kg. Ini belum termasuk peluru, pakaian cadangan, dan banyak yang lainnya. Beban total tas ransel kami sekitar 18-20 kg. Itu bahkan lebih berat karena kualitas tas ransel saat itu tidak sebagus sekarang. Tas ransel itu sendiri sudah berat. Dengan kondisi seperti itu, kami tidak bisa membawa jaket dan barang lainnya. Meskipun beliau adalah Komandan kami, Pak Yunus membawa barang sebanyak dan sesulit yang kami lakukan. Tindakan sederhana ini lebih berharga daripada jamuan panjang. Jika pemimpin memikul beban yang sama beratnya dengan bawahannya, bawahan tersebut akan patuh dan setia. Jadi, pemimpin bisa menyelamatkan banyak waktu dari ceramah yang panjang dengan hanya memberikan contoh yang patut diikuti. Suatu waktu, pada tahun 1984, saya menemani Pak Yunus dalam sebuah maraton yang dimulai dari Senayan di Jakarta Selatan. Beliau adalah seorang Kolonel sementara saya seorang Kapten. Ketika kami sampai di Harmoni di Jakarta Pusat, seorang teman saya, seorang perwira, meminta izin untuk ke kamar kecil, namun dia tidak kembali. Jujur, saya juga ingin lari menjauh. Tapi bagaimana saya bisa ‘menghilang’ sementara Pak Yunus berlari di samping saya? Itu salah satu karakteristik Pak Yunus. Impresi saya tentang kepemimpinannya adalah ketenangan, selalu tenang, tidak panik, tidak terlihat gugup. Ini adalah pelajaran bagi kita semua. Sekali seorang komandan panik, menjadi gugup, pingsan, atau gagal bertindak saat berkontak dengan musuh, dia kehilangan otoritasnya untuk selamanya. Oleh karena itu, dikatakan bahwa pertukaran tembakan pertama adalah menentukan. Pak Yunus juga merupakan sosok prajurit yang tak kenal menyerah. Dia akan melakukan segala cara untuk mencapai kemenangan dan tidak menerima alasan apapun. Pak Yunus bertekad dan sangat berkeinginan kuat. Dia sering dianggap terlalu keras terhadap bawahannya. Sebelum menjadi jenderal, dia akan memeriksa langsung pasukannya, dan segalanya harus dalam keadaan baik. Siapapun yang melakukan kesalahan akan diarahkan untuk berjalan dengan tas ransel berat atau melakukan setidaknya 18 pull-up. Jika kita tidak terbiasa menghadapi kondisi seperti itu, kecenderungan untuk panik, gugup, membeku karena takut dan bingung sangat tinggi. Seharusnya, hal ini didasarkan pada pengalaman salah satu senior saya. Pria ini pintar di AKABRI, sangat pintar secara akademis, tetapi, berbeda dengan Pak Yunus, dia membeku di medan perang. Dia harus dievakuasi dari medan pertempuran. Namun, saya merasa bahwa saya telah mendapatkan manfaat dari memiliki seorang komandan seperti Pak Yunus di awal karir saya sebagai seorang perwira. Saya selalu memberitahu semua orang bahwa saya menjadi orang yang saya sekarang karena, antara lain, saya memiliki Pak Yunus Yosfiah sebagai komandan saya. Letnan Jenderal TNI (Purn.) SOEGITO Seorang pemimpin harus berada di antara bawahannya, dan itulah tempat Pak Soegito selalu berada. Dia selalu terlibat…

Source link

ARTIKEL TERKAIT

paling populer