Pada tanggal 18 September 2025, saya menjadi fasilitator dalam acara simulasi bersama rekan-rekan dari Kementerian Luar Negeri. Kegiatan simulasi ini sangat menarik, di mana seluruh peserta berperan seolah-olah sedang mengikuti sidang di kantor WHO di Jenewa. Dalam simulasi ini, peserta harus menyusun dan menyampaikan intervensi negosiasi, mengatasi perbedaan pendapat antar negara, memahami kaidah diplomatik yang biasa digunakan, serta mempelajari aspek-aspek persiapan dan pelaksanaan negosiasi internasional di WHO.
Topik yang diangkat dalam simulasi ini adalah mengenai “Pathogen access and benefit sharing – PABS,” yang terdiri dari dua sisi yang harus adil dan setara. Pertama, negara memberikan akses terhadap patogen penyakit yang berpotensi menimbulkan pandemi. Kedua, negara kemudian memperoleh “manfaat” dari akses patogen yang telah diberikan, seperti sarana diagnostik, ketersediaan vaksin, kemudahan mendapatkan obat, transfer teknologi, dan penguatan sumber daya di negara yang memerlukan.
Saya sangat mengesankan dengan antusiasme dan kesungguhan peserta dalam kegiatan ini. Kita semua menyadari bahwa diplomasi kesehatan global memegang peran penting dalam program kesehatan negara kita, yang menunjukkan keterlibatan aktif kita dalam isu kesehatan global.
**Penulis adalah Direktur Pascasarjana Universitas YARSI/Adjunct Professor Griffith University, Penerima Rekor MURI April 2024 penulis artikel COVID-19 di media massa, Penghargaan Paramakarya Paramahusada 2024 PERSI, dan Penerima Penghargaan Achmad Bakrie XXI 2025 bidang Kesehatan
