Padang, VIVA – Tim forensik dari Persatuan Dokter Forensik dan Medikolegal Indonesia (PDFMI), akhirnya merilis hasil ekshumasi jenazah Afif Maulana, bocah 13 tahun yang tewas akibat diduga mendapatkan penganiayaan oleh oknum aparat Kepolisian Daerah Sumatera Barat, pada 9 Juni 2024.
Berdasarkan hasil pemeriksaan mendalam, tim mengonfirmasi bahwa penyebab kematian Afif Maulana bukan diakibatkan adanya tindakan penganiayaan. Namun melainkan jatuh dari ketinggian.
Sebelumnya, saat proses ekshumasi dan autopsi ulang tim forensik, mengambil 19 sampel yang terdiri dari 3 sampel jaringan keras dan 16 jaringan lunak dari jenazah Afif Maulana untuk selanjutnya dilakukan proses histopatologi forensik dan pemeriksaan diatom.
Ketua Tim ekshumasi, Dokter Ade Firmansyah Sugiharto menyebut bahwa, pihaknya berupaya menganalisis dari tiga hal kemungkinan kejadian yang menimbulkan perlukaan di tubuh Afif Maulana.
“Yang pertama adalah kejadian kecelakaan. Karena pada saat pengejaran memang almarhum Afif dengan Aditia dijatuhkan dari sepeda motor. Itu kami nilai atau analisis luka-luka apa saja yang mungkin terjadi di tubuh Afif,” ujar Ade Firmansyah Sugiharto dikutip dari keterangan resminya, Kamis 26 September 2024.
Kedua kata Ade, adalah karena lokasi jenazah di bawah jembatan. Ia menilai, apakah ada kemungkinan perlukaan itu terjadi akibat jatuh dari ketinggian.
Dan ketiga, sesuai dengan dokumen yang didapat dari LPSK, dimana ada beberapa informasi terkait adanya tindakan seperti pemukulan dan menendang. Maka apa mungkin itu terjadi pada almarhum Afif Maulana.
“Jadi kami menilai dan menganalisis kemungkinan dari tiga peristiwa tersebut, dengan berdasarkan bukti-bukti ilmiah di tubuh almarhum. Data-data pada setelah kejadian perkara, hasil-hasil pemeriksaan penunjang serta dokumen-dokumen dan kronologi kejadian,” kata Ade.
Ade bilang, pada seluruh sampel-sampel yang telah diperiksa, didapati adanya tanda intravital luka. Artinya, bahwa ada luka terjadi saat dalam kondisi hidup. Yaitu ditemukan ada intravital pada dada sisi bawah, punggung, lengan kiri, paha kiri serta kepala bagian belakang.
Pada sampel tulang pun kata Ade, pihaknya juga menemukan ada intravital pada kepala, jaringan otak, pada tulang iga maupun tulang kemaluan.
Nah, dari sisi ini kemudian pihaknya melihat luka-luka tersebut jelas intravital. Maka luka-luka itu terjadi sebelum Afif Maulana meninggal dunia.
Dikatakan Ade, secara statistik, kejadian kecelakaan apalagi dalam kondisi berkendara tidak menggunakan helm, memang biasanya menemukan perlukaan di daerah kepala yaitu di bagian depan dan adanya patah tulang iga di depan atau di samping.
“Nah Ini yang tidak bersesuaian. Dimana luka di daerah kepala (Afif) itu ada di bagian belakang. Sedangkan patah tulang iga juga di bagian belakang. Ini yang tidak bersesuaian,” lanjutnya.
Selanjutnya, adanya patah tulang kemaluan sisi kanan yang secara kedokteran forensik terjadi akibat energi dalam bahasa kedokteran forensik dikatakan sebagai high energy fracture.
“Jadi patah tulang diakibatkan oleh dari energi. Itu yang tidak bersesuaian bila telah terjadi akibat kecelakaan, jatuh dari motor,” ujarnya.
Selain perlukaan, Ade menyebut bahwa pihaknya juga menganalisis hasil bagaimana kondisi tubuh Afif Maulana dampaknya ketika jatuh dari ketinggian. Seperti diketahui, ketinggian jembatan Kuranji 14,7 meter.
Ade mengungkapkan timnya melakukan analisis dengan menghitung data berat dan tinggi badan tubuh Afif Maulana. Sehingga didapat indeks masa tubuh.
Serta bisa mendapatkan data-data apa-apa saja yang bisa terjadi bila orang dengan indeks masa tubuh sebesar 19,97 kilogram meter persegi jatuh dari ketinggian setinggi 14,7 meter.
Menurut Ade, dari analisis tim dokter, berdasarkan dari tinggi dan berat tubuh Afif Maulana, jika jatuh dari ketinggian 14,7 meter tersebut luka-luka yang dialami dominan berada di bagian belakang.
“Secara kerusakan forensik, dimana di saat itu maka di bagian pinggang, punggung dan kemudian kepala juga akan membentur dasar (sungai),” ujar dia.
Lebih jauh Ade menerangkan, tim dokter juga menganalisis energi tubuh yang diterima Afif Maulana ketika jatuh dari ketinggian. Dikatakannya, energi yang bisa diterima oleh tubuh manusia jika jatuh dari ketinggian yaitu sebesar 7.200 joule.
“Energi potensial sebesar ini memang akan melebihi toleransi tubuh manusia. Dimana di daerah kepala itu batasannya 1.800 joule, di daerah leher 1.800-2.300 joule, untuk daerah dada sebesar 60 joule, daerah tungkai, lebih dari 80 ribu joule,” ucapnya.
“Sehingga hari ini tidak bersesuaian dimana pada daerah kepala (Afif) mengalami luka, daerah punggung dan pinggang mengalami luka. Namun tidak ditemukan patah tulang tungkai dan paha,” tambahnya.
Dikatakan Ade, 7.200 joule merupakan energi yang besar. Sehingga jatuh dari ketinggian lebih dari 12 meter tergolong sebagai verry high folds.
Jadi, berdasarkan analisis ini, maka pihaknya menyimpulkan memang kesesuaian kejadian pada terjadinya kematian almarhum Afif Maulana ini adalah kesesuaiannya dengan mekanisme jatuh dari ketinggian. Karena akan memberikan energi yang tinggi dan memberikan impact yang besar dari tubuh.
Dan itu kata Ade, juga posisi jatuh ketinggian 14,7 meter itu juga bersesuaian dengan kerusakan secara keilmuan kedokteran forensik, dimana bagian punggung, pinggang dan kepala juga menyentuh dasar (sungai).
“Sehingga di sini kami simpulkan pada hasil pemeriksaan kami, penyebab kematian Afif Maulana adalah sebuah keterangan kekerasan tumpul di pinggang, punggung dan kepala yang mengakibatkan adanya patah tulang belakang kepala dan ada juga perlukaan di bagian otak,” katanya.
Halaman Selanjutnya
“Jadi kami menilai dan menganalisis kemungkinan dari tiga peristiwa tersebut, dengan berdasarkan bukti-bukti ilmiah di tubuh almarhum. Data-data pada setelah kejadian perkara, hasil-hasil pemeriksaan penunjang serta dokumen-dokumen dan kronologi kejadian,” kata Ade.