Afifah menjelaskan bahwa sekolah memainkan peran penting dalam intervensi kesehatan remaja, karena mayoritas waktu remaja dihabiskan di sekolah. Data BPS menunjukkan tingkat partisipasi sekolah yang tinggi pada usia 13-15 tahun (SMP) dan 16-18 tahun (SMA). Survei GSHS yang dilakukan oleh WHO telah dilakukan tiga kali di Indonesia, memberikan informasi tentang perilaku kesehatan remaja termasuk diet, kebersihan pribadi, kekerasan, kesehatan mental, penggunaan zat adiktif, perilaku seksual, dan lainnya. Hasil survei menunjukkan peningkatan perilaku berisiko di kalangan siswa Indonesia, dengan siswa laki-laki cenderung memiliki perilaku berisiko terkait konsumsi minuman manis, tembakau, alkohol, obat-obatan terlarang, dan perilaku seksual pranikah. Sementara itu, siswa perempuan cenderung memiliki masalah kesehatan mental yang lebih tinggi. Perilaku berisiko juga cenderung lebih tinggi di luar Jawa dan Sumatra dibandingkan dengan wilayah lainnya. Kesimpulannya, hasil GSHS Indonesia tahun 2023 menunjukkan peningkatan perilaku berisiko dibanding survei sebelumnya, namun masih lebih rendah dibandingkan dengan negara lain seperti Thailand dan Filipina.