Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mencatat adanya peningkatan kasus tuberkulosis atau TBC pada tahun 2023. Pada tahun 2022, terdapat 724 ribu kasus TBC, yang kemudian meningkat menjadi 809 ribu kasus pada tahun 2023.
Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan temuan kasus sebelum pandemi COVID-19, yang rata-rata penemuannya di bawah 600 ribu kasus TBC per tahun, seperti yang disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI, Imran Pambudi.
“Pada masa sebelum pandemi, penemuan kasus TBC hanya mencapai 40-45% dari estimasi kasus TBC, jadi masih banyak kasus yang belum ditemukan atau dilaporkan,” kata Imran di Jakarta, Senin (29/1/2024).
Peningkatan temuan kasus tersebut dikarenakan adanya perbaikan dalam sistem deteksi dan pelaporan agar data menjadi real time. Selain itu, laboratorium/fasilitas kesehatan dapat melaporkan langsung sehingga data dan penemuan kasus menjadi lebih baik.
“Hasilnya, dari 60% kasus yang sebelumnya tidak ditemukan, saat ini hanya 32% kasus yang belum ditemukan. Oleh karena itu, laporan atau notifikasi kasus juga menjadi lebih baik karena menemukan lebih banyak sesuai angka perkiraan yang diberikan WHO,” kata Imran dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com.
Imran mengatakan bahwa saat ini terdapat perbaikan dalam sistem pelaporan data, yaitu dengan pembentukan sistem pelaporan khusus untuk TBC, yaitu Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) yang dapat diakses oleh seluruh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).
Perbaikan juga dilakukan melalui penerapan program Public Private Mix (PPM) untuk meningkatkan keterlibatan fasyankes baik pemerintah maupun swasta dalam penanggulangan TBC. Dengan langkah intervensi tersebut, kata Imran, fasyankes dapat segera melaporkan terduga TBC yang ditemukan melalui SITB. Kemudahan pelaporan tersebut mengakibatkan data penemuan kasus TBC meningkat.
